Minggu, 13 Juli 2008

Kultur Regional

Di samping kondisi-kondisi strukural, kepentingan-kepentingan politik dan keyakinan-keyakinan agama, sangat perlu untuk mempertimbangkan pengaruh kultur-kultur regional dalam kewarganegaraan demokratis Indonesia. Nilai-nilai dan praktik-praktik lokal memiliki pengaruh besar secara formal dan informal terhadap kegiatan-kegiatan sehari-hari pemerintah dan non-pemerintah. Tribalisme yang dipolitisir bisa saja menjadi batu sandungan dalam pengembangan ke arah suatu ‘kultur nasional’ jika orang-orang dari etnis dan keyakinan religi yang berbeda tidak bekerja sama (Koentjaraningrat 1974). Kultur-kultur dan praktik-praktik lokal dapat saja melongsorkan kohesi sosial dan identitas nasional, dan pada gilirannya semangat demokrasi modern.
Salah satu tantangan besar yang dihadapi bangsa Indonesia dewasa ini adalah bagaimana menyingkapi proses global yang mewarnai kehidupan pasca-kolonial. Perkembangan pesat teknologi informasi, bioteknologi, nano-teknologi, perubahan tatanan politik dunia, pertumbuhan penduduk dan eskalasi kerusakan ekologi, meluasnya mobilitas sosial, kapital, gagasan dan ilmu pengetahuan, terus bergulir dan melintas batas-batas negara di era globalisasi. Indonesia pasca-kolonial, yang sebagian penduduknya masih hidup dalam kultur rural dan/atau primordial vis-à-vis kultur korporasi (Soemardjan 2000), dituntut untuk dapat menghadapi perbedaan-perbedaan orientasi nilai-nilai secara dialogis, cerdas dan berjangka panjang.
Demikian juga, sikap mental yang dapat menghambat kemajuan yang ditunjukkan Koentjaraningrat (1974) hampir empat dasawarsa lalu sebagai kemunduran dalam aspek sosial-budaya akibat kolonialisasi, perlu mendapat perhatian serius. Sikap mental ini antara lain: meremehkan mutu, suka menerabas, tidak percaya diri, tidak bersiplin murni dan tidak bertanggung jawab yang kokoh. Sikap mental ini boleh jadi ikut menyumbangkan pelbagai ketidak-ajeg-an dan ekses beberapa dasawarsa terakhir yang semakin meluas di masyarakat, seperti korupsi, kolusi, nepotisme, prasangka (buruk), kambing hitam, adu-domba, mentang-mentang (dumeh), pamrih, mumpung, tidak mau mengakui kekurangan, kesalahan dan kekalahan.

Tidak ada komentar: